METODE MEMBACA UNTUK ANAK TUNAGRAHITA



A. Latar Belakang Masalah

Anak tuna grahita adalah anak yang mengalami hambatan intelektual disebabkan banyak faktor yang menimbulkan permasalahan dalam kehidupan anak yang mengalaminya.

Karena ketunaannya maka anak tuna grahita sudah pasti tergolong anak yang mengalami kesulitan /hambatan belajar, sehingga para guru/ pembimbing dituntut untuk mengatasi permasalahan yang timbul tertsebut dengan berbagai upaya.

Adapun upaya yang memang harus benar-benar dikuasai seorang guru adalah keterampilan pengelolaan kelas yang menjadi faktor utama yang mempengaruhi pembelajaran siswa, sehingga hasil dari proses belajar mengajar menjadilan peserta didik mampu menguasai apa yang diajarkan.

Salah satu keterampilan dalam mengalola kelas adalah menggunakan metoda yang tepat untuk mencegah / mengatasi baik itu prilaku yang menyimpang maupun menyampaikan materi ajar tanpa membuat anak bosan, bahkan memotivasi anak untuk semangat belajar dan menjadi kenangan yang tersimpan dimemorinya dalam jangka waktu lama.

Supaya satu materi ajar bisa tersimpan dalam memori peserta didik otomatis materi tersebut harus dikemas dalam sebuah proses transformasi ilmu pengetahuan dengan cara yang menyenangkan, pro aktif dan peserta didik benar-benar dilibatkan atau dalam sebuah kondisi husus degan kata lain situasi dengan kondisi peserta didik mengalami gangguan belajar karena satu atau lebih kecacatan, dalam hal ini, tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, kelainan motorik, kelainan psikologis ataupun cacat ganda, maka variasi metode dan pengulangan materi harus dilakukan.

Gangguan belajar pada anak tuna grahita, salah satunya adalah kesulitan membaca yang disebabkan oleh faktor psikologis dasar yang mencakup gangguan pemahaman dan bahasa ujaran atau tulisan yang menampakan diri dalam kesulitan berfikir, kesulitan berbicara, kesulitan membaca, menulis atau berhitung.

Gangguan belajar juga merupan suatu kesulitan kronis yang diduga bersumber dari neurologis, yang secara selektif mengganggu perkembangan integrasi kemampuan inverbal dan verbal. Disini sangat jelas sekali kalau anak tuna grahita akan mengalami kesulitan belajar membaca Karenna sistim neurologisnya terganggu.

B. Membaca Menurut Beberapa Ahli

1. A. S. Broto (1975)

“ Membaca itu bukan hanya mengungkapkan bahasa tulisan dan mendengarkan bunyi huruf melainkan membaca itu memerlukan pemahaman untuk menanggapi isi bacaan.”

2. Soedarso (1983)

“ Membaca merupakan aktifitas komplek yang memerlukan sejumlah tindakan terpisah-pisah mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan dan ingatan. “

3. Bono (1975)

“ Membaca merupakan pengenalan symbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca.”

4. Hornssby

“ Bahwa seorang anak akan memahami isi suatu kata apabila ia telah mendengar 500 kali ucapan.”

5. Haris (1979)

“ Perkembangan membaca ada 5 yaitu :

5.1. Kesiapan membaca / peran membaca. Dari lahir – mau masuk SD.

5.2. Membaca Permulaan . Kelas 1 SD

5.3. Keterampilan membaca cepat. Kelas 2 dan 3 SD

5.4. Keterampilan membaca luas . Kelas 4,5 dan 6 SD.

5.5 Membaca sesungguhnya. SMP ke atas.”

6. Kirk (1979)

“ Delapan faktor keberhasilan membaca :

6.1. Adanya kematangan mental.

6.2. Kematanyan emosi dan sosial.

6.3. Kemampuan Visual.

6.4. Kemampuan auditif.

6.5. Perkembangan wicara dan bahasa.

6.6. Kematangan motorik.

6.7. Keterampilan berfikir dan memperhatikan.

6.8. Motivasi dan minat.”

7. Marcer

“ Karakteristik anak berkesulitan belajar membaca :

7.1. Kebiasaan membaca yang tidak wajar.

7.2. Kekeliruan pengenalan kata.

7.3. Kekeliruan pemahaman kata.

7.4. Gejala serba nekat.”

8. Hargove (1984)

“ Anak berkesulitan belajar membaca permulaan mengalami kesalahan dalam :penghilangan kata, penggantian kata, membalikan kata atau huruf, pengulangan, kurang memperhatikan tanda baca, ragu-ragu, tersendat-sendat, pembetulan sendiri.”

C. Metode Membaca

1. Metode Fonik

Menekankan pada pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf. Pada mulanya anak di ajak mengenal bunyi huruf, kemudian menjadi suku kata dan kata. Mengenalkan huruf mengaitkan huruf depan dengan berbagai nama yang sudah dikenal anak.

misal: B……… K………

2. Metode Linguistik

Metode ini didasarkan atas pandangan bahwa membaca ialah suatu proses memecahkan kode atau sandi yang berbentuk tulisan menjadi bunyi yang sesuai. Metode ini menyajikan kepada anak suatu kata yang terdiri dari konsonan- vocal / vocal- konsonan. Suku kata menjadi kata.

Misal : bu – ku Þ buku

3. Metode SAS ( Struktural Analisis Sintetik)

Mengajar membaca dengan mengenalkan kalimat dipisah menjadi kata- suku kata – uruf – suku kata – kata – kata – kalimat.

Misal: ini ibu budi

ini – ibi – budi

i – ni i – bu bu – di

i – n – i i – b – u b – u – d – i

i – ni i – bu bu – di

ini – ibi – budi

ini ibu budi

4.Metode Fernald ( VAKT ) = Visual Auditory Kinestetic Taktic

Mencoba menulusuri huruf yang dibentuk dengan gerakan telunjuk di udara, kemudian anak membacanya, diulang beberapa kali, sehingga anak bisa membacanya dengan baik.

5. Metode Gilingham

Diajarkan beberapa huruf dan perpaduan huruf, kemudian menebalkan titik – titik huruf / kata yang telah diajarkan, biasanya lebih sering kata benda yang ada di lingkungan anak dan dimengerti anak, sambil menebalkan anak membaca huruf / kata apa yang sedang dia tebalkan.

6. Metode Analisis Gelas.

Anak menyimak gambar peraga yang diperlihatkan. Mengidentifikasi kata lalu mengucapkan kata dengan bunyi kelompok.

Misal : B a j u , dibaca b a – j u B u k u , dibaca b u – k u

Setelah anak mengulang beberapa kali , tulisan huruf yang tadi disebutkan, kemudian coba tutup sebagian atau salah satu huruf, sampai anak ingat betul.

ju

ba

ju

Misal : huruf b a ditulis oleh anak, jadi

ju

ba

ba

huruf j u ditulis oleh anak, jadi dst.

D. Identitas Anak

Dalam usaha mencari solusi untuk anak yang mengalami kesulitan belajar membaca, kita harus terlebuh dahulu mengenal karakteristik anak tersebut, sehingga kita tidak terlalu sulit menentukan metode apa yang harus diterapkan pada anak sehingga anak termotivasi untuk belajar dan terus mencoba belajar membaca walaupun hanya sepatah dua patah kata,

Adapun anak yang akan dijadikan bahan observasi untuk ditangani adalah sebagai berikut :

Nama : Bela

Tempat / Tgl Lahir : Garut, 16 – 08 - 1996

Sekolah/ Kelas : SDLB - C / 3

Usia masuk Sekolah : 8 tahun

Alamat : Sukadana

Bela anak tuna grahita sedang , yang terkadang sering tidak mau belajar membaca. Yang dia sukai adalah bernyanyi.

Dilihat dari prilaku sehari-harinya, dia seorang anak yang memiliki sedikit masalah sosial dengan teman-temannya, dia sering mengacak – acak benda di sekitarnya, rasa ingin tahu terhadap benda – benda yang ada disekelilingnya kadang – kadang besar sekali.

Penulis menyimpulkan kalau Bela, perlu perhatian ekstra, dan disaat rasa ingin tahunya bergejolak sampai mengambil barang temannya, dia bisa dimotivasi untuk mengetahui beberapa benda yang ada disekitar kelas , dengan cara bernyanyi dulu lalu menunjukan / membuat gambar dipapan tulis, untuk dibaca dan ditulisnya.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut, penulis mencoba beberapa metode yang dianggap cocok untuk mengajarkan membaca kepada Bela dengan kasus seperti di atas.

Adapun metodenya mencoba beberapa yang telah dipaparkan diatas diantaranya metode Fonik, metode giligham dan metode analisis gelas.

Karena Bela suka sekali bernyanyi, maka yang pertama kali dilakukan sebagai apersepsi adalah menyanyikan lagu misalnya “balonku”, “cicak di dinding” , Bendera merah putih dll, setelah itu diperlihatkan gambar yang sesuai dengan lagu yang dibawakan . Dengan metode Fonik, setelah guru menunjukan gambar, guru menulis huruf awal nama gambar tersebut,

Misal :

b………… m………….








l……….. h………….

Setelah anak menyebutkan sebuah kata yang berhubungan dengan gambar, maka guru mengkolaborasi metode dengan metode gilingham, dimana anak disuruh menebalkan titik-titik huruf sesuai yang disebutkan, sambil menyebutkan berulang kali kata apa yang sedang ditebalkannya. Setelah anak melakukan tugasnya, maka guru melengkapi huruf – huruf yang tepat untuk gambar yang ditunjukan tadi

Misal :

B a l o n m e r a h

l i m a h i j a u

Untuk lebih merekatkan materi pada memori anak, sehingga anak mengingatnya dan memahaminya, maka guru mencoba metode analisis gelas, sehingga anak lebih proaktif, guru menutup huruf ba pada kata balon, dan anak mengingatnya lalu melangkapinya dengan menuliskan kembali huruf ba didepan lon sehingga kata tersebut lengkap kembali menjadi balon.

Contoh yang lainnya :

ba rah

lon me

MACAM- MACAM GANGGUAN KOMUNIKASI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

1. Gangguan Bahasa

Bahasa adalah ujaran dan bukan tulisan. Hal ini sesuai dengan kaidah pertama bahasa, yakni bahasa adalah lambing bunyi. Seorang pembicara bahasa akan selalu sadar apa yang akan ia katakan, akan tetapi ia tidak sadar bagaimana ia mengatakannya. Begitu pula yang terjadi pada kita. Kita tidak sadar akan mekanisme ujaran, karena gaya bicara kita sudah menjadi kebiasaan yang terbentuk dari meniru, mengulang, dan mencontoh. Dalam proses bahasa masih adanya persepsi yang berbeda-beda. Masih banyak kenyataan bahwa pengajaran bahasa Indonesia dijuruskan pada pemahaman dan penghafalan kaidah-kaidah tata bahasa. Hal ini mengakibatkan siswa pandai menguraikan tata bahasa dan mungkin dapat menghafalkan kaidah bahasa tersebut dalam komunikasi yang baik dan benar. Mereka dapat membuat pernyataan tentang bahasa dengan baik tetapi tidak dapat berbicara dalam bahasa tersebut. Mereka menjadi ahli bahasa dan bukan pembicara. Tata bahasa bukanlah tujuan pengajaran bahasa , tetapi alat untuk mencapai tujuan. Tatabahasa dalam sub system fonologi, morfologi dan sintaksis adalah alat bantu dalam pengajaran bahasa. Ganguan bahasa merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan dalam komunikasi dengan indikasi klien mengalami kesulitan atau kehilangan dalam proses simbolisasi. Kesuliatan simbolisasi ini mengakibatkan seseorang tidak mampu memberikan symbol yang diterima dan sebaliknya tidak mampu mengubah konsep pengertiannya menjadi symbol-simbol yang dapat dimengerti oleh orang lain dalam lingkungannya. Beberapa bentuk gangguan bahasa adalah sebagai berikut:


a. Keterlambatan dalam perkembangan bahasa

Adalah salah satu bentuk dalam kelainan bahsa yang ditandai dengan kegagalan klien dalam mencapai tahapan perkembangannya sesuai dengan perkembangan bahasa anak normal seusiannya.

Kelambatan perkembangan bahasa diantaranya disebabkan keterlambatan mental intelekktual, ketunarunguan, congenital aphasia, autisme, disfungsi minmal otak dan kesulitan belajar. Anak-anak yang mengalami sebab-sebab tersebut di atas, terlambat dalam perkembangan kemampuan bahasa , dalam terjadi pada fonologis, semantic dan sintaksisnya, sehingga anak mengalami kesulitan transformasi yang diperlukan dalam komunikasi. Gangguan tingkah laku tersebut sangat mempengaruhi proses pemerolehan bahasa diantaranya kurang perhatian dan minat terhadap rangsangan yang ada disekelilingnya, perhatian yang mudah beralih, konsentrasi yang kurang baik, nampak mudah bingung, cepat putus asa, kreatifitas dan daya khayalnya kurang, serta kurangnya pemilikan konsep diri.

b. Afasia

Afasia adalah salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya kerusakan pada pusat-pusat bahasa di cortex cerebri. Kerusakan pada pusat-pusat yang dialami oleh anak disebut afasia anak. Dan kerusakan pusat yang dialami oleh orang dewasa disebut afasia dewasa.Secara klinis afasia dibedakan menjadi :


1. Afasia Sensoria

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memberikan makna rangsangan yang diterimanya . Bicara spontan biasanya lancar hanya kadang-kadang kurang relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks komunikasi.


Seorang aphasia dewasa akan kesulitan untuk menyebutkan kata buku walau di hadapannya ditunjukan benda buku. Klien dengan susah menyebut busa.... bulu......... bubu. (klien nampak susah dan putus asa). Untuk aphasia auditory, klien tidak mampu memberikan makna apa yang didengarnya. Ketika ditanya, “apakah bapak sudah makan?. Maka jawabannya adalah piring.......piring...... meja..... ya...ya..

2. Afasia Motoris

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam mengkoordinasikan atau menyusun fikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol yang bermakna dan dimengerti oleh orang lain. Bicara lisan tidak lancar, terputus-putus dan sering ucapannya tidak dimengerti orang lain. Apabila bertutur kalimatnya pendek-pendek dan monoton. Seorang dengan kelainan ini mengerti dan dapat menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya, hanya untuk mengekspresikannya mengalami kesulitan.
Seorang apasia dewasa berumur 59 tahun, kesulitan menjawab, rumah bapak dimana?, maka dengan menunjuk ke arah barat , dan dengan kesal karena tidak ada kemampuan dalam ucapannya. Jenis aphasia ini juga dialami dalam menuangkan ke bentuk tulisan. Jenis ini disebur dengan disgraphia (agraphia).

3. Afasia Konduktif

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam meniru pengulangan bunyi-bunyi bahasa. Pada ucapan kalimat-kalimat pendek cukup lancar, tetapi untuk kalimat panjang mengalami kesulitan.

4. Afasia Amnestic

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memilih dan menggunakan simbol-simbol yang tepat. Umumnya simbol yang dipilih yang berhubungan dengan nama, aktivitas, situasi yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan. Misalnya apabila mau mengatakan kursi maka diganti dengan kata duduk.

2. Gangguan bicara

Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan bicara. Perkembangan bahasa seseorang akan mempengaruhi perkembangan bicara. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan dimana anak dibesarkan. Kelainan bicara merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan perilaku komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan proses produksi bunyi bicara. Kelainan proses produksi menyebabkan keslahan artikulasi fonem, baik dalam titik artikulasinya maupun cara pengucapannya, akibatnya terjadi kesalahan seperti penggantian /substitusi atau penghilangan / omosi. Ditinjau dari segi klinis, gejala kelainan bicara dalam hubungannya dengan penyebab kelainannya, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :


a. Disaudia

Disaudia adalah satu jenis gangguan bicara yang disebabkan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran tersebut menyebabkan kesulitan dalam menerima dan mengolah nada intensitas dan kualitas bunyi bicara, sehingga pesan bunyi yang tidak sempurna dan mungkin salah arti. Pada anak tunarungu kesalahan tersebut sering dipergunakan dalam berkomunikasi. Misalnya kata /kopi/, ia dengar /topi/, kata /bola/, ia dengar /pola/. Anak yang mengalami gangguan pendengaran cenderung bersuara monoton dan bernada tinggi, ia tidak mengenal lagu kalimat, mana kalimat tanya, kalimat penegasan, makna tanda seru dalam kalimat. Umumnya anak dengan disaudia dalam berkomunikasi cenderung menggunakan bahasa isyarat yang telah dikuasainya. Namun tidak semua lawan bicaranya dapat menerima sehingga komunikasi secara global terganggu.


b. Dislogia

Dislogia diartikan sebagai satu bentuk kelainan bicara yang disebabkan oleh kemampuan kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal. Terdapatnya kesalahan pengucapan yang terjadi disebabkan karena tidak mampu mengamati perbedaan bunyi-bunyi benda terutama bunyi-bunyi yang hampir sama. Misalnya tadi dengan tapi, kopi dengan topi. Rendahnya kemampuan mengingat menyebabkan penghilangan fonem, suku kata atau kata pada waktu mengucapkan kalimat, misalnya /makan/ diucapkan /kan/, /pergi/ diucapkan /gi/, /ibu pergi ke pasar/ diucapkan / bu...gi....cal/.


c. Disartria

Disartria diartikan jenis kelainan bicara yang terjadi akibat adanya kelumpuhan, kelemahan, kekakuan atau gangguan koordinasi otot alat-alat ucap atau organ bicara karena adanya kerusakan susunan syaraf pusat. Disartria ada beberapa jenis, yaitu:

1. Spastic Disartria : ketidakmampuan berbicara akibat spastisitas atau kekakuan otot-otot bicara. Ditandai dengan bicara lambat dengan terputus-putus, karena tidak mampu melakukan gerakan organ bicara secara biasa.

2. Flaksid Disartria : ketidak mampuan bicara akibat layuh atau lemahnya otot-otot organ bicara, sehingga tidak mampu berbicara seperti biasa.

3. Ataksia Disartria : ketidakmampuan bicara karena adanya gangguan koordinasi gerakan-gerakan fonasi, artikulasi dan resonansi. Terutama pada saat memulai kata/kalimat.

4. Hipokinetik Disartria : ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara akibat penurunan gerak dari otot-otot organ bicara terhadap rangsangan dari pusat/cortex. Ditandai dengan tekanan dan nada yang monoton.

5. Hiperkinetik Disartria : ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara terjadi akibat kegagalan dalam melakukan gerakan yang disengaja, ditandai dengan abnormalitas tonus atau gerakan yang berlebihan sehingga muncul kenyaringan.


d. Disglosia

Disglosia mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena adanya kelainan bentuk struktur dari organ bicara. Kegagalan tersebut akibat adanya kelainan bentuk dan struktur organ artikulasi yaitu:


1. Palatoskisis: sumbing langitan

2. Maloklusi : salah temu gigi atas dan gigi bawah

3. Anomali: kelainan atau penyimpangan/cacat bawaan misalnya bentuk lidah yang

tebal, tidak tumbuh velum atau tali lidah yang pendek.


e. Dislalia

Yaitu gejala gangguan bicara karena ketidakmampuan dalam memperhatikan bunyi-bunyi bicara yang diterima, sehingga tidak mampu membentuk konsep bahasa. Misalnya /makan/ menjadi /kaman/ atau /nakam/

3. Gangguan Suara

Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan komunikasi. Gangguan tersebut meliputi:


a. Kelainan Nada : gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu ponasi yang berakibat pada gangguan nada yang diucapkan, yaitu nada tinggi, nada rendah, nada datar, dwinada, suara pubertas.


b. Kelainan kualitas suara : yaitu gangguan suara yang terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak antara pita suara pada saat adduksi, sehingga suara yang dihasilkan tidaksama dengan suara yang biasanya.
Hal ini berpengaruh pada kualitas suara yaitu, preathiness, hoarness, harness, hipernasal, hiponasal.


c. Afonia

Yaitu kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi suara atau tidak dapat bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara, histeria, pertumbuhan yang tidak sempurna atau karena suatu penyakit.

4. Gangguan Irama

Yaitu gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat berbicara, meliputi:


a. Stuttering

Stuttering atau gagap, yaitu gangguan dalam kelancaran berbicara berupa pengulangan bunyi atau suku kata, perpanjangan dan ketidakmampuan untuk memulai

pengucapan kata.


b. Cluttering

Cluttering merupakan ganguan kelancaran bicara yang ditandai bicara yang sangat cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit dimengerti.
Terdapat 3 type yaitu:

1. Distorsi : pengucapan yang tidak jelas

2. Substitusi : penggantian ucapan menjadi bunyi yang lain

3. Omisi : penghilangan bunyi-bunyi

c. Palilalia

Kelainan ini jarang terjadi, dan biasanya terjadi setelah usia dewasa.
Peranan Guru dalam mengatasi anak dengan gangguan Komunikasi di Sekolah Reguler. Sekolah merupakan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan untuk peserta didik , yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan dengan memperhatikan tahap perkembangan dasar dan kesesuian dengan lingkungan, sehingga muncul kemandirian.

TERAPI PERMAINAN OKUPASI DAN MUSIK

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada hakikatnya manusia diberi akal dan pikiran untuk menghasilkan sesuatu yang berguna dalam menunjang kelangsungan hidupnya di dunia ini. Hal ini merupakan kesempurnaan yang dirahmatkan oleh tuhan kepada setiap manusia sebagai sarana untuk menghadapi tantangan dan rintangan, agar manusia bis saling berinteraksi baik secara individu maupun berkelompok yang terpadu, harmonis dan dinamis.

Begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus (ABK), mereka membutuhkan sesuatu yang berguna, yang diperlukan dalam rangka untuk mempermudah hajat hidupnya, salah satunya melalui program terapi permainan okupasi dan musik yang tujuannya bisa mengembangkan potensi anak, supaya diharapkan dapat menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang kepada mereka, serta dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat sehingga nantinya anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak hanya dijadikan objek.

B. PEMBATASAN MASALAH

Pembatasan tentang terapi permainan dan musik untuk anak tuna Grahita dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang terapi permainan okupasi dan musik dalam pembelajaran yaitu menyusun gerak bermain yang berkaitan dengan meteri pelajaran yang diiringi lagu atau musik sehingga akan terbentuk suatu tarian.

3

BAB II

TERAPI PERMAINAN OKUPASI DAN MUSIK

A. PENGERTIAN

Bermain merupakan kegiatan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Bermain dilakukan dengan bebas, anak boleh memilih permainan yang akan dilaksanakannya. Mereka tidak terikat oleh waktu, mereka boleh berhenti pada saat ingin berhenti. Dr. Maria Montessori berpendapat bahwa “bermain itu melatih panca indra anggota badan dan penting sebagai persiapan hidup kekal dikemudian hari.” Anak akan merasa gembira karena masa kekuatan berkembang anak bebas memilih saat (waktu) dan alat permainan, tetapi tidak boleh berbuat sekehendak hatinya.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah mereka yang mengalami perkembangan kecerdasan lambat, sehingga mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan yang biasa diberikan kepada anak normal. Agar mereka dapat mencapai prestasi yang sebaik-baiknya sesuai dengan kapasitas (kemampuannya) mereka membutuhkan pendidikan luar biasa.

Dalam kegiatan bermain anak berkebutuhan khusus (ABK) menemukan sikap tubuh yang baik dan seimbang serta memudahkan mereka untuk melakukan sesuatu.

Musik merupakan sebagai bagian kecil dari kehidupan manusia, demikian sekarang dimana musik bukan hanya sekedar hiburan, melainkan merupakan pengembangan atau pembentuk aspek mental, fisik, emosi dan sosial.

AT. Mahmud (1941) mengatakan bahwa “ musik adalah bagian dari kehidupan dan perkembangan jiwa manusia.” Dengan demikian musik dapat dijadikan wahana pembentukan sifat manusia.

B. TUJUAN

Tujuan bermain adalah mengembangkan fungsi diri anak didik, misalnya supaya anak didik lebih mampu membedakan dan menyamakan panjang, bentuk dan sebagainya. Di samping itu untuk mengembangkan kemampuan gerak yaitu gerak kasar dan halus seperti berjalan, meloncat, bermain pasir, tanah liat atau balok- balok kecil.

4

Bermain juga mengembangkan daya fantasi aktif maupun pasif dalam mengembangkan fantasi aktif anak dibawa untuk memainkan salah satu peran seperti menjadi penjual atau pembeli.

C. INPUT

Keaktifan dan keberhasilan bermain anak ditentukan oleh kondisi dan keadaan anak yang akan dibahas dalam makalah ini adalah anak berkebutuhan khusus (ABK) mampu latih atau anak tuna Grahita sedang / C1. yang membedakan anak berkebutuhan khusus (ABK) dari anak normal adalah perkembangannya yang demikian lambat, sehingga sukar mengikuti pendidikan yang biasa diberikan kepada anak normal. Untuk mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuannya, mereka membutuhkan pendidikan yang disebut pendidikan luar biasa (PLB).

Anak yang mampu latih, walaupun umurnya sudah lebih dari 6 tahun, banyak yang belum dapat bermain bersama teman sebayanya. Sebagian anak mampu latih tidak tahu bagaimana harus bermain, pada waktu jam istirahat di sekolah mereka tidak jelas apa yang ditujunya. Hal ini bukan berarti anak mampu latih tidak mempunyai kebutuhan dan dorongan untuk bermain, akan tetapi mereka kurang memiliki inisiatif dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan itu, sebaliknya apabila mereka dibiarkan tidak bermain, maka dalam perkembangannya akan kurang mampu memfungsikan gerakan tubuhnya dan kurang memahami beberapa ketentuan atau bahkan sama sekali tidak dimengerti oleh mereka.

Masalah lain yang tidak kurang pentingnya ialah kekurangan dalam hal kecerdasan, kurang berinisiatif, kurang dapat memusatkan perhatian, pembendaharaan kata, koordinasi gerak, pengalaman dan kurang mampu memberikan perimbangan. Mereka lebih suka mengistirahatkan pikirannya daripada berfikir dalam-dalam.

Berdasarkan kesan-kesan itu, kita dapat mengetahui keterbatasan dan hambatan anak didik dalam bermain, dan dapat mengetahui jenis permainan yang menjadi minatnya. Dengan demikian kita dapat memilih permainan yang sesuai dengan kemampuannya.

5

D. PROSES PENDIDIKAN

a. Instrumental Input

1. Pendidik ( guru )

Dalam bimbingan bermain, fantasi dan kreasi pendidik sangat besar sekali artinya bagi keberhasilan bermain. Sikap dan minat pendidik yang baik dapat menularkan kebaikan pula kepada anak didiknya.

Pendidik hendaknya melakukan pengamatan terhadap anak didik yang dihadapinya. Hal yang perlu diamati antara lain :

· Jenis alat permainan

· Cara dan lama memainkannya

· Keterampilan selama bermain

· Sikap dan perasaan yang menyertainya

Agar anak mau bermain, pendidik hendaknya mengusahakan keadaan yang dapat menimbulkan minat bermain, lingkungan yang santai, bebas dari hal-hal yang dapat mengganggu emosi dan memecah perhatian anak. Hal-hal yang mengganggu motorik hendaknya dijauhkan dari anak. Disamping itu peranan guru sangat menentukan, seperti penampilan keceriaan wajah, sikap dan perbuatan guru harus senantiasa menunjukan keramahan dan keakraban.

2. Program Pengajaran

Dalam program terapi permainan ini akan mengembangkan kemampuan gerakan kasar dan gerakan halus yang berirama dengan menggunakan kaki dan tangan. Kemampuan gerak kasar yaitu gerakan yang besar-besar dengan menggunakan kaki seperti: berjalan, melangkah, meloncat. Sedangkan mengembangkan gerakan halus yaitu dengan menggunakan tangan melalui permainan kelinci, sehingga anak dapat mempergunakan gerakan-gerakan kecil tangannya.

3. Pelaksanaan Materi Pelajaran

Dalam kemampuan akademik yang rendah membuat anak tuna Grahita cepat bosan dalam belajar terlebih banyak yang mengalami gangguan konsentrasi. Dalam hal ini musik dapat digunakan sebagai media untuk menyampaikan materi

6

pelajaran. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya tidak perlu diadakan alokasi waktu secara khusus. Terapi permainan okupasi dan musik memiliki kelebihan mengurangi kebosanan anak, anak tidak merasa sedang dipaksa untuk belajar dan memusatkan fikirannya.

Misalnya mengembangkan kemampuan mengembangkan gerakan kasar dan halus yang berirama dengan menggunakan kaki dan tangan seperti melangkah, berjalan, meloncat, bertepuk tangan dan mengayun tangan. Melalui permainan “balonku” dengan diiringi lagu.

Lagu Balonku yang terdiri dari 4 baris:

Baris ke 1 mengiringi gerakan pertama

Balonku ada lima

Baris ke 2 mengiringi gerakan kedua

Rupa-rupa warnanya

Baris ke 3 mengiringi gerakan ketiga

Hijau, Kuning, kelabu

Baris ke 4 mengiringi gerakan keempat

Merah muda dan biru

Gerakan pertama:

Anak berbaris membanjar

1. sikap berdiri, dengan tangan memegang balon.

2. lalu salah satu tangan direntangkan ke depan

3. tangannya diayunkan ke kanan dan ke kiri.


7

Gerakan kedua:

1. sikap berdiri.

2. tangan disimpan di pinggang

3. kepala digeleng-gelengkan ke kanan dan ke kiri.

Gerakan ke tiga:

1. balon dipegang dengan kedua tangan dan diarahkan ke depan dan ke

belakang.

2 melangkahkan kaki, kedepan 2 kali dan ke belakang 2 kali

Sesuai irama atau lagu.


8

Gerakan ke empat:

1. sikap berdiri

2. menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri.

3. lalu balon dipeluk.

4. Alat Permainan

Alat permainan adalah yang dapat merangsang kecerdasan, kreatifitas dan membuat anak baraktifitas. Untuk anak yang sukar berfantasi memerlukan alat bantu yang menyerupai benda yang sesungguhnya, seperti alat permainan yang dapat dibongkar dan dipasang kembali, alat seperti itu dapat merangsang anak untuk mencoba.

Alat permainan hendaknya aman, tidak mengakibatkan luka, terbakar atau terkena aliran listrik, ukuran alat permainan hendaknya sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Alat permainan yang dibuat bersama oleh pendidik dan anak didik lebih berarti daripada buatan pabrik, kemudian anak lebih senang membuatnya sendiri bersama dengan temannya.

Alat permainan juga tidak diharuskan yang bagus dan mahal, yang penting alat-alat itu hendaknya awet,aman dan cukup menarik perhatian anak.

9

b. Inveromental Input

1. Keamanan

Keamanan ruangan hendaknya mendapat perhatian yang utama. Ruang itu dapat menjadi alat untuk melatih kecakapan anak. Anak- anak bukan hanya harus mengalami bermain di ruangan yang beralas tembok atau kayu saja. Mereka juga mengalami bermain di ruang yang berbatu kerikil yang bulat-bulat demikian juga di atas rumput.

2. Ketertiban

Ketertiban selalu di lakaukan dalam segala aspek kehidupan, juga dalam bermain. Untuk menanamkan ketertiban, biasanya diperlukan contoh yang baik dari pendidik. Pendidik juga harus “tidak sabar” setiap kali melihat barang yang tidak teratur letaknya.

Ketertiban bermain bermaksud mendidik anak supaya menghargai orang lain, berlaku sopan, sikap tenggang rasa serta jujur. Orang yang tidak tertib biasanya akan mengakibatkan kesulitan pada dirinya sendiri dan pada orang lain.

3. Sosial Budaya

Permainan sangat penting bagi perkembangan, terutama dalam aspek sosial dan kepribadian anak. Diantaranya bermain bersama dan bermain kompetisi.

Permainan ini disamping menyenangkan, dapat pula membantu anak untuk bertindak jujur, menaati peraturan, berusaha menang, rela menerima kekalahan dan bekerja untuk kepentingan bersama.

E. OUT PUT

Setelah program terapi permainan dan musik ini diberikan kepada anak didik. Maka di harapkan mereka dapat melakukan gerakan kasar dan halus melalui kaki dan tangannya.

Anak juga kelihatan bersemangat dan sangat menyukai permainan tersebut. Pada umumnya anak didik kelihatan gembira dan menyenangi. Semua tercermin dari raut wajah mereka yang di hiasi keceriaan dan keriangan serta gelak tawa.

10

F. OUT COME

Pengaruh dari terapi permainan okupasi dan musik yang telah diajarkan kepada anak didik adalah :

  • Mereka dapat mematuhi peraturan bermain kelinci
  • Mereka dapat berdisiplin tempat
  • Mereka dapat berkonsentrasipenuh pada tarian
  • Mereka dapat memfokuskan penglihatan
  • Mereka merasa dihargai keberadaannya
  • Mereka merasakan adanya kebersamaan